Banyuwangi – Ratusan pensiunan PT Pos Indonesia di Kabupaten Banyuwangi bakal menggelar aksi unjuk rasa di kantor PT Pos Indonesia setempat pada Selasa (8/7/2025). Aksi ini merupakan bagian dari gerakan nasional yang dilakukan serentak di seluruh Indonesia oleh para pensiunan.
Mereka memprotes kebijakan baru Direksi PT Pos Indonesia yang dinilai merugikan. Aturan tersebut tertuang dalam Keputusan Direksi Nomor: KD.21/DIRUT/0425 tanggal 30 April 2025, serta surat teknis pelaksanaan dari Direktorat Human Capital Management Nomor: 32594/HC.00/IV/2025.
Isi dari kebijakan itu cukup mengejutkan: penghapusan sejumlah tunjangan penting seperti Tunjangan Pangan (TP), Tunjangan Perbaikan Penghasilan (TPP), Sumbangan Iuran BPJS Kesehatan, dan Sumbangan Duka (Sumduk). Padahal, tunjangan tersebut selama ini menjadi bagian dari penghasilan tetap para pensiunan.
Akibatnya, para pensiunan kini harus membayar iuran BPJS secara mandiri. Bahkan, keluarga pensiunan yang wafat tak lagi menerima uang duka. Hal ini membuat kehidupan mereka yang sudah tidak produktif secara ekonomi menjadi semakin sulit.
"Jika tunjangan penting itu dihapus, lalu bagaimana nasib kami dan keluarga? Apakah ini layak kami terima setelah puluhan tahun mengabdi?" ujar Bambang Harianto, koordinator aksi pensiunan PT Pos Indonesia Banyuwangi kepada wartawan.
Aksi ini juga mendapatkan sorotan dari DPR RI. Dalam Rapat Dengar Pendapat Umum Komisi VI DPR RI bersama organisasi pensiunan dari beberapa BUMN, Anggota Komisi VI Kawendra Lukistian menegaskan bahwa para pensiunan bukan beban negara, melainkan aset moral bangsa.
“Pensiunan telah memberi kontribusi luar biasa sepanjang hidupnya kepada negara melalui BUMN. Negara wajib hadir untuk melindungi hak-hak mereka,” tegas politisi Partai Gerindra itu.
Kawendra menolak keputusan sepihak yang menurunkan kesejahteraan para pensiunan. Ia menilai hal tersebut sebagai tindakan yang tidak adil, mengingat iuran pensiun telah dipotong sejak para pegawai masih aktif bekerja.
“Sudah bekerja di perusahaan negara yang prestisius, malah setelah pensiun justru jadi bagian dari masyarakat pra-sejahtera. Ini harus kita lawan,” tegasnya.
Ia pun berkomitmen memperjuangkan nasib pensiunan dengan mendorong transparansi dan kejelasan dari pihak direksi BUMN, khususnya PT Pos Indonesia.
“Kami minta kejelasan sedetail-detailnya dari direksi. Ini bukan sekadar soal angka. Ini soal keberlangsungan hidup ribuan pensiunan,” pungkas Kawendra.
Aksi ini menjadi penanda bahwa suara para pensiunan belum padam. Mereka mungkin sudah berhenti bekerja, tapi belum berhenti memperjuangkan haknya.