BanyuwangiNews.com – Festival Budaya Tumpeng dan Takir Sewu kembali digelar dengan penuh khidmat di Dusun Sukodadi, Desa Sraten, Kecamatan Cluring, Kabupaten Banyuwangi. Acara ini menjadi simbol rasa syukur masyarakat kepada Tuhan Yang Maha Esa, sekaligus ajang pelestarian tradisi dan budaya lokal yang telah mengakar kuat di tengah masyarakat.
Kegiatan dimulai dengan arak-arakan tumpeng yang diikuti oleh seluruh masyarakat Desa Sraten, khususnya dari Dusun Kedawung. Arak-arakan berjalan sejauh sekitar 2 kilometer dan secara resmi dibuka oleh Wakil Bupati Banyuwangi, Ir. H. Mujiono.
Ribuan tumpeng dan takir yang terbuat dari daun pisang, berisi makanan khas tradisional, disusun dan dibagikan secara swadaya oleh warga. Uniknya, makanan ini tidak dikonsumsi untuk pribadi, melainkan untuk dibagikan kepada seluruh pengunjung yang datang dari berbagai daerah. Tradisi ini telah menjadi bagian dari agenda tahunan Banyuwangi Festival sejak pertama kali diangkat oleh Dinas Pariwisata Jawa Timur pada tahun 2014.
Sejumlah tokoh dan pejabat turut hadir dalam festival ini, di antaranya Wakil Bupati Banyuwangi, Kepala Desa Sraten H. Arief Rahman Mulyadi, Kasat Binmas Polresta Banyuwangi Kompol Toni Irawan (mewakili Kapolresta), Kapolsek Cluring, Perwakilan dari TNI AL, Anggota DPRD Banyuwangi Inayanti Kusumasari, dan Asisten II Sekda Banyuwangi Bapak Dwi.
Dalam sambutannya, Kepala Desa Sraten, H. Arief Rahman Mulyadi menyampaikan bahwa Festival Tumpeng dan Takir Sewu bukan sekadar perayaan, tetapi merupakan ungkapan syukur atas rezeki, keselamatan, dan kebersamaan masyarakat.
“Semua tumpeng dan takir ini dibuat oleh masyarakat dan dibagikan kepada siapa pun yang hadir hari ini. Ini adalah bentuk gotong royong dan rasa syukur kami,” ujarnya.
Wakil Bupati Banyuwangi, Ir. H. Mujiono, menekankan bahwa tradisi ini sarat dengan nilai-nilai luhur yang mengajarkan kesederhanaan, kepedulian sosial, serta hubungan harmonis antara manusia, alam, dan Tuhan.
“Filosofi tumpeng yang mengerucut ke atas mengingatkan kita agar tidak lupa bersyukur dan menjaga hubungan dengan Tuhan. Sedangkan takir dari daun pisang menunjukkan hidup yang bersahaja, ramah lingkungan, dan penuh makna gotong royong,” tuturnya.
Festival ini tak hanya menjadi daya tarik budaya, tetapi juga memberikan dampak positif terhadap sektor UMKM, ekonomi lokal, dan pariwisata. Pemerintah Kabupaten Banyuwangi berharap festival ini terus dilestarikan dan diperluas jangkauannya.
“Insya Allah, tahun 2026 akan kembali digelar lebih besar lagi, mendatangkan wisatawan lokal maupun mancanegara. Ini adalah aset budaya yang tak ternilai,” tambah Wakil Bupati.
Di akhir sambutannya, beliau berpesan kepada generasi muda agar tidak malu dengan budaya sendiri, melainkan harus bangga, menjaga, dan menjadikannya bagian dari jati diri bangsa.(Ali)